Senin, 02 Agustus 2010

Oedema pulmonarum / oedema pulmonum

PENDAHULUAN

Pulmonary Edema atau Oedema adalah pembengkakan dan/atau akumulasi cairan dalam paru. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya pertukaran gas dan dapat menyebabkan gagal napas. Edema Paru dapat terjadi akibat kegagalan jantung memindahkan cairan dari sirkulasi paru (Edema Paru Kardiogenik) atau akibat trauma langsung pada parenkim paru (Edema Paru Non-Kardiogenik). Pengobatan tergantung dari penyebab, tapi lebih menitikberatkan pada memaksimalkan fungsi respirasi dan menyingkirkan penyebab(1).

DEFINISI

Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Edema Paru Kardiogenik menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri(2).

MEKANISME TERJADINYA EDEMA PARU KARDIOGENIK

Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu :

I. Ketidak-seimbangan Starling Forces :

  1. Peningkatan tekanan kapiler paru :
    1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
    2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
    3. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
  2. Penurunan tekanan onkotik plasma.

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

  1. Peningkatan tekanan negatif intersisial :
    1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
    2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
  2. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.

Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)

  1. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
  2. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO2, dsb).
  3. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
  4. Aspirasi asam lambung.
  5. Pneumonitis radiasi akut.
  6. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
  7. G Disseminated Intravascular Coagulation.
  8. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
  9. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
  10. Pankreatitis Perdarahan Akut.

III. Insufisiensi Limfatik :

  1. Post Lung Transplant.
  2. Lymphangitic Carcinomatosis.
  3. C. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

IV. Tak diketahui/tak jelas

  1. High Altitude Pulmonary Edema.
  2. Neurogenic Pulmonary Edema.
  3. Narcotic overdose.
  4. Pulmonary embolism.
  5. Eclampsia.
  6. Post Cardioversion.
  7. Post Anesthesia.
  8. Post Cardiopulmonary Bypass.

Dari klasifikasi di atas edema paru dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Untuk pengobatan yang tepat tentunya harus diketahui penyakit dasarnya(3).

PENYEBAB TERJADINYA EDEMA PARU KARDIOGENIK

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiogenik dibagi menjadi 3 kelompok :

  1. Peningkatan Afterload (Pressure overload) :

Terjadi beban yang berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah Hipertensi dan Stenosis Aorta.

  1. Peningkatan preload (Volume overload) :

Terjadi beban yang berlebihan saat diastolik.Contohnya ialah Insufisiensi Mitral, Insufisiensi Aorta, dan penyakit jantung dengan left-to-right shunt (Ventricular Septal Defect).

  1. Gangguan Kontraksi Miokardium Primer :

Pada Infark Miokard Akut jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada Kardiomiopati Kongestif terdapat gangguan kontraksi miokardium secara umum(3).

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini(3).

Stadium 1. Adanya distensi dari pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi(3).

Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja(3).

Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988)(3).

Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria koronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung (Ingram and Brauhwald, 1986)(3).

DIAGNOSIS EDEMA PARU KARDIOGENIK

Edema Paru Kardiogenik Akut merupakan keluhan yang paling berat dari penderita dengan Payah Jantung Kiri. Gangguan fungsi sistolik dan/atau fungsi diastolik ventrikel kiri, stenosis mitral atau keadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dan kapiler paru yang mendadak dan tinggi akan menyebabkan edema paru kardiogenik dan mempengaruhi pula pemindahan oksigen dalam paru sehingga tekanan oksigen arteri menjadi berkurang. Di lain pihak rasa seperti tercekik dan berat pada dada menambah ketakutan penderita sehingga denyut jantung dan tekanan darah meningkat yang menghambat lebih lanjut pengisian ventrikel kiri. Adanya kegelisahan dan napas yang berat menambah pula beban jantung yang selanjutnya lebih menurunkan fungsi jantung oleh karena adanya hipoksia. Apabila lingkaran setan ini tidak segera diputus penderita akan meninggal(3).

Edema Paru Kardiogenik Akut berbeda dengan orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea pada Edema Paru Kardiogenik Khronik akibat Payah Jantung Kiri Khronik, karena timbulnya hipertensi kapiler paru sangat cepat dan tinggi. Pada Edema Paru Kardiogenik Akut sesak timbul mendadak, penderita sangat gelisah, batuk berbuih kemerahan, penderita merasa seperti tenggelam. Posisi penderita biasanya lebih enak duduk, kelihatan megap-megap. Terdapat napas yang cepat, pernapasan cuping hidung, retraksi interkostal dan fosa supraklavikularis saat inspirasi yang menunjukkan adanya tekanan intrapleura yang sangat negatif saat inspirasi. Penderita sering berpegangan pada samping tempat tidur atau kursi supaya dapat menggunakan otot pernapasan sekunder dengan balk. Penderita mengeluarkan banyak keringat dengan kulit yang dingin dan sianotik menunjukkan adanya isi semenit yang rendah dan peningkatan rangsang simpatik(3).

Auskultasi pada permukaan terdengar ronkhi basah basal halus yang akhimya ke seluruh paru-paru apabila keadaan bertambah berat: mungkin terdengar pula wheezing. Auskultasi jantung mungkin sukar karena suara napas yang ramai, tetapi sering terdengar suara 3 dengan suara pulmonal yang mengeras(3).

Penderita mungkin merasa nyeri dada hebat terdapat edema paru sekunder akibat Infark Miokard Akut. Bila tidak terdapat Cardiogenic Shock, biasanya tekanan darah melebihi normal akibat kegelisahan dan peningkatan rangsang simpatik. Karena itu sering keliru diduga edema paru disebabkan Penyakit Jantung Hipertensi. Untuk mengetahui hal ini pemeriksaan fundoskopi mata sangat membantu. Apabila tak cepat diobati akhirnya tekanan darah akan turun sebelum penderita meninggal(3).

DIAGNOSIS BANDING

  1. DIAGNOSA BANDING DENGAN EDEMA PARU NON-KARDIOGENIK

Untuk membedakan edema paru kardiogenik dengan edema paru nonkardiogenik secara pasti ialah dengan mengukur tekanan kapiler pasak paru dengan memasang kateter Swan-Ganz. Pada penderita dengan tekanan kapiler pasak paru atau tekanan diastolik arteri pulmonalis melebihi 25 mmHg (atau melebihi 30 mmHg pada penderita yang sebelumnya terdapat peningkatan kronik tekanan kapiler paru) dan dengan gambaran klinik edema paru, sangat dicurigai sebagai edema paru kardiogenik(3).

  1. DIAGNOSA BANDING DENGAN ASMA BRONKHIAL

Kadang-kadang sulit membedakan Edema Paru Kardiogenik Akut dengan Asma Bronkhiale yang berat, karena pada keduanya terdapat sesak napas yang hebat, pulsus paradoksus, lebih enak posisi duduk dan wheezing merata yang menyulitkan auskultasi jantung. Pada Asma Bronkhiale terdapat riwayat serangan asma yang sama dan biasanya penderita sudah tahu penyakitnya. Selama serangan akut penderita tidak selalu banyak berkeringat dan hipoksia arterial kalau ada tidak cukup menimbulkan sianosis. Sebagai tambahan, dada nampak hiperekspansi, hipersonor dan penggunaan otot pemapasan sekunder nampak nyata. Wheezing nadanya lebih tinggi dan musikal, suara tambahan lain seperti ronkhi tidak menonjol. Penderita Edema Paru Kardiogenik Akut sering mengeluarkan banyak keringat dan sianotik akibat adanya desaturasi darah arteri dan penurunan aliran darah ke kulit. Perkusi paru sering redup, tidak ada hiperekspansi, pemakaian otot pernapasan sekunder juga tidak begitu menonjol dan selain wheezing terdengar ronkhi basah. Gambaran radiologi paru menunjukkan adanya gambaran edema paru yang membedakan dengan asma bronkhiale. Setelah penderita sembuh, gambaran edema paru secara radiologi menghilang lebih lambat dibandingkan penurunan tekanan kapiler pasak Paru(3).

PENGOBATAN

  1. Oksigen
  2. Posisi setengah duduk
  3. Nitrogliserin IV 10 – 20 mcg/menit atau bolus IV 3 mg setiap 5 menit
  4. Diuretik. Dengan Furosemid 40 – 60 mg IV selama 2 menit
  5. Morfin 2 – 5 mg dengan Dextrosa atau larutan elektrolit IV selama 3 menit. Kalau tidak begitu gawat diberikan 8 – 15 mg SC atau IM.
  6. ACE-Inhibitor. Enalapril 1,25 mg IV atau Kaptopril 25 mg sublingual.
  7. Nitroprussid. Dosis awal 40 – 80 mcg/menit dinaikkan 5 mcg/menit setiap 5 menit
  8. Inotropik.

v Dobutamin, dosis 2,5 – 10 mcg/kg BB/menit

v Dopamin, dosis 2 – 5 mcg/kg BB/menit

v Golongan inhibitor fosfodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enoximone, Piroximone)

  1. Aminofilin berguna apabila edema paru disertai bronkokonstriksi. Dosis biasanya 5 mg/kg BB IV dalam 10 menit lanjut drip IV 0,5 mg/kg BB/jam(3).

KESIMPULAN

Edema Paru terjadi akibat aliran cairan dari darah ke ruang intersisial melebihi aliran cairan kembali ke darah dan saluran limfe. Edema Paru Kardiogenik Akut akibat Payah Jantung Kiri Akut atau Payah Jantung Khronik yang mendapatkan faktor presipitasi. Edema Paru Kardiogenik Akut (Asma Kardiale) harus dibedakan dengan Edema Paru Nonkardiogenik dan Asma Bronkhiale.

Diagnosis penderita dengan Edema Paru Kardiogenik Akut meliputi :

a) diagnosis edema kardiogenik akut, b) diagnosis faktor presipitasi, c) diagnosis penyakit dasar jantungnya.

Pengobatan Edema Paru Kardiogenik Akut meliputi Morphine 2-5 mg titrasi intravena, Furosemid 40-60 mg intravena; sebagai vasodilator digunakan Nitroprusside atau Nitrogliserin. Dapat pula dipakai Prazosin atau Captopril.

Obat inotropik yang dapat diberikan ialah Digitalis pada penderita yang belum pernah mendapat digitalis. Obat lain yang dapat diberikan ialah gplongan simpatomimetik (Dopamine dan Dobutamine) dan golongan inhibitor phosphodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enximone tan Piroximone).

Tindakan yang lain dapat membantu ialah oksigen, posisi duduk, rotating tourniquet, atau phlebotomy.

1 komentar: