FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN Seminar : regular
UNIVERSITAS SYIAH KUALA Tanggal : 05 April 2010
EPIDEMIOLOGI KLINIS PENYAKIT ORF PADA KAMBING
Penyeminar : Adhona Bhajana Wijaya Negara
Nim : 0602101010059
Pembimbing I : drh. T. Reza Ferasyi M.Sc., Ph.D
Pembimbing II : drh. Hamdani budiman, M.P.
PENDAHULUAN
Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara petani ternak di pedesaan dengan berbagai tujuan, antara lain sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk keperluan hidupnya. Namun demikian, dalam pemeliharaan ternak kambing memerlukan perhatian terhadap kesehatannya (Bahri dkk., 2007). Salah satu penyakit yang biasanya timbul dan perlu diwaspadai adalah penyakit Orf (Anonymous, 2008a).
Penyakit Orf merupakan penyakit dermatitis akut dan menular pada ternak kambing dan domba, disebabkan oleh virus parapoxvirus. Virus ini secara imunologis mirip dengan virus vaccinia penyebab pseudo-cowpox dan bovine popular stomatitis. Penyakit Orf tersebar luas di beberapa negara seperti Australia, China, Sri Lanka, Malaysia, Pilipina dan Indonesia. Di Indonesia, tersebar hampir di seluruh daerah dan umumnya terjadi pada musim kemarau (Anonymous, 2009a).
Pada umumnya penyakit Orf menular secara kontak langsung dari ternak satu ke ternak lainnya atau melalui bahan yang terkontaminasi oleh virus tersebut. Setiap jenis dan umur dari ternak tersebut dapat terserang, termasuk ternak yang masih muda akan mudah sekali terinfeksi (Peacock, 2004). Dikarenakan virus ini bersifat zoonosis, maka virus ini dapat juga menimbulkan penyakit Orf pada manusia. Penyakit tersebut dapat menular ke manusia secara kontak langsung, misalnya pada saat peternak bersentuhan dengan ternak terinfeksi (Ruhyat, 2001).
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2-3 hari yang ditandai adanya lesi yang kemudian berubah menjadi nodul, lalu akan terbentuk papula, vesikula, pustula dan akhirnya menjadi ulcer. Lesi ini ditemukan pada bibir, sudut mulut, gusi dan meluas sampai oesophagus, mukosa hidung, sekitar kulit yang jarang bulu di pangkal ekor, telinga, sekitar anus, vulva serta ambing (Anonymous, 2009b).
Salah satu teknik mendeteksi penyakit Orf adalah dengan cara mendiagnosa, diagnosa merupakan seni yang tidak hanya membutuhkan pengetahuan yang memadai terhadap penyakit-penyakit pada hewan dan pengetahuan zooteknis secara baik namun juga diperlukan bangunan logika dan pengamatan yang sistematis (Ruhyat, 2001). Diagnosa yang dilakukan terhadap penyakit ini yaitu bisa berdasarkan gejala klinisnya, patologis, isolasi dan identifikasi virus. Identifikasi virus dapat dilakukan dengan melakukan uji serologik seperti CFT, AGP, dan ELISA. Untuk melihat virus secara morfologisnya digunakan mikroskop elektron (Adjid, 1995).
Sampai saat ini, belum ada pengobatan yang spesifik untuk mengobati penyakit ini. Namun, berbagai cara dapat dilakukan untuk mengurangi infeksi sekunder. Salah satu cara sederhana adalah dengan pengerokan keropeng dan dilanjutkan dengan mengoleskan yodium ataupun salep antibiotika. Infeksi sekunder dapat menjadikan angka mortalitas terhadap penyakit ini meningkat. Sebagai pencegahan utama, sebaiknya hewan ternak di vaksinasi. Vaksinasi merupakan cara terbaik untuk mencegah penyakit ini (Mercer dkk., 1997), mengingat penyakit ini mempunyai arti ekonomi yang sangat penting, karena dapat mengakibatkan penurunan berat badan serta mengakibatkan kematian terutama pada anak kambing dan domba (Anonymous, 2010).
Di provinsi Aceh, terdapat banyak peternak yang memelihara kambing sebagai usaha sampingan pendukung ekonomi keluarga. Namun, diduga perhatian masyarakat terhadap kesehatan ternak sangat kurang dan ternak digembalakan secara bebas. Hal ini dapat menjadi pemicu meningkatnya kasus penyakit Orf di Aceh. Bagaimanapun belum ada kajian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kejadian penyakit Orf di Aceh. Tulisan ini membahas tentang “Epidemiologi klinis Penyakit Orf Pada Kambing”.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Orf adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Virus ini juga dikenal dengan nama contagious pustular dermatitis, infectious labial dermatitis , ecthyma contagiosum, thistle disease dan scabby mouth atau sore mouth (Winter dkk., 1999). Penyakit Orf tersebar luas hampir di seluruh dunia (kosmopolitan) dimana ternak kambing atau domba diternakkan, termasuk di Indonesia. Hewan yang sensitif terhadap penyakit ini pun cukup beragam, mulai dari kambing, domba, unta, llama, sampai kijang (Gitao, 1994; Mattson, 1994; Gameel dkk., 1995). Manusia dan anjing juga sangat peka terhadap Orf (Sewell dan Brocklesby, 1990). Namun demikian, tidak diperoleh bukti bahwa jenis hewan lain selain yang disebutkan di atas dapat terserang penyakit Orf (Buttner dkk., 1995).
Angka kesakitan (morbiditas) akibat penyakit Orf adalah 90% pada hewan muda dibandingkan pada hewan tua. Sedangkan angka kematian (mortalitas) akibat penyakit Orf relatif rendah. Namun, angka kematian dapat menjadi meningkat apabila terjadi infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri (Ressang, 1984) dan infeksi larva lalat (Hagan dan Brunner, 1961). Seperti halnya penyakit viral lainnya, belum ada antibiotik atau obat lain yang dapat digunakan untuk mengobati Orf. Cara yang paling efisien dan efektif untuk penyakit Orf adalah vaksinasi (Mercer dkk., 1997). Apabila terjadi kejadian penyakit pada suatu daerah bebas penyakit, maka hewan sakit sebaiknya di isolasi dan dimusnahkan serta kandang bekas hewan sakit segera disucihamakan (Dirjen peternakan, 2007).
Etiologi
Orf disebabkan oleh virus parapox dari family poxviridae dan termasuk dalam genus parapox (Fauquet dan Mayo, 1991; Fenner dkk., 1998). Virus Orf berukuran relatif besar sekitar 300-450 nm x 170-260 nm dan struktur luarnya seperti rajutan benang wol (Kluge dkk., 1972). Merupakan virus tipe DNA yang berbentuk ovoid (Mercer dkk., 1997). Mempunyai ciri khas bergaris-garis seperti permukaan buah nenas apabila dilakukan pengamatan dibawah mikroskop elektron dengan pewarnaan negatif menggunakan reagen phospotungtic acid. Virus ini amat tahan terhadap pengaruh suhu lingkungan sehingga tetap infektif dalam waktu relatif lama di luar tubuh hewan dan juga virus ini juga sangat tahan terhadap kekeringan serta dapat tinggal dalam suatu kandang pada suhu ruangan selama 15 tahun (Subronto, 2003).
Sejarah Kejadian
Penyakit Orf pertama kali dideteksi di Inggris dan Perancis antara tahun 1888-1923. Penyakit ini ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 1910 hasil pelacakan oleh Mohler. Investigasi dalam skala besar mengenai penyakit Orf dilaporkan oleh Glover di Inggris pada tahun 1928. Nama penyakit Orf yang digunakan pada waktu itu adalah contagious pustular dermatitis (Marsh, 1965). Menurut Adjid (1993), di Indonesia penyakit Orf pertama kali dilaporkan kejadiannya di Langsa, Aceh pada tahun 1914.
Patogenesis
Patogenesa dari penyakit Orf adalah dermatitis yang ditandai oleh terbentuknya papula, vesikula pada ambing, puting susu, pustula dan keropeng daerah bibir, lubang hidung, kelopak mata, tungkai, perianal dan selaput lendir rongga mulut (Ressang, 1984). Penyakit Orf bersifat cepat menular, Menurut Merchant dan Barner (1973), masa inkubasi virus Orf adalah 5-8 hari. Sedangkan menurut Adjid (1993), masa inkubasi virus Orf adalah lebih cepat lagi, yaitu antara 1-3 hari. Pada hewan yang terserang, lama penyakit biasanya berlangsung selama 3-4 minggu.
Mekanisme patogenesis penyakit Orf secara lebih rinci dijelaskan oleh Merchant dan Barner (1973). Lesi mula-mula terbentuk sebagai papula ataupun macula akibat dari adanya proliferasi sel-sel epitel dari lapisan malpighi pada epidermis. Sel-sel dalam nodula tersebut kemudian mengalami degenerasi hidrofobik, lalu membengkak dan akhirnya pecah berbentuk vesikula. Akibat adanya peradangan ini leukosit menginvasi vesikula dan terbentuklah pustula yang kemudian mengalami ruptur sehingga terjadi ulcerasi yang akhirnya terbentuk keropeng tebal berwarna keabu-abuan kira-kira pada hari ke-10.
Mekanisme Penularan/Transmisi
Penularan penyakit Orf adalah melalui kontak langsung antara hewan peka dengan hewan sakit Orf atau dengan kontaminan di lingkungan. Infeksi virus tersebut dapat masuk melalui perlukaan-perlukaan di permukaan kulit akhibat dari lapangan pengembalaan yang terdapat banyak duri yang dapat membuat luka (Mckeever dkk., 1988). Penularan penyakit ke induk dapat juga terjadi ketika anak yang terserang Orf menyusu pada induknya, sehingga infeksi terjadi pada puting susu (Abu Elzein dan Housawi, 1997).
Gejala Klinis
Virus ini ditandai dengan terbentuknya papula, vesicula, pustula dan keropeng pada daerah moncong, bibir, lubang hidung, kelopak mata, ambing, tungkai, perianal, dan selaput lendir di rongga mulut. Lesi Orf berukuran sekitar 2-3 cm dalam skala diameter, tetapi dapat juga mencapai diameter 5 cm (Anonymous, 2008b).
Gejala pertama dari penyakit Orf ditandai oleh adanya bintik-bintik merah pada kulit bibir, yang kemudian berubah menjadi lepuh-lepuh. Lepuh-lepuh membesar yang pada akhirnya terlihat bentukan-bentukan keropeng yang menonjol. Lesi-lesi ini biasanya tersebar pada permukaan bibir/mulut, atau juga sekitar hidung, dagu, dan sekitar kelopak mata, atau tempat lainnya yang kurang berbulu. Lesi penyakit Orf bersifat lokal, artinya tidak sistemik atau menyebar ke seluruh tubuh (Merchant dan Barner, 1973).
Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan dari gejala klinis yang ditemukan. Jumlah penderita yang biasanya lebih dari seekor dalam satu kelompok hewan sehingga memperkuat dugaan adanya Orf. Ukuran virus yang cukup besar dan bentuk virus yang spesifik, sehingga dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron juga memudahkan peneguhan diagnosa (Akoso, 1999).
Menurut syafruddin (2007), diagnosa penyakit Orf berdasarkan gejala klinisnya yaitu timbul bintik-bintik merah pada daerah bibir dan mulut, terdapat keropeng di sekitar mulut, suhu tubuh meningkat, cermin hidung kering dan nafsu makan menurun. Namun, bila gejala klinis dirasakan kurang meyakinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan secara histopatologis yang karakteristik/khas menunjukkan adanya hiperplasia papila dermal, degenerasi balon sel epitel, inclusion bodies intra sitoplasmik pada awal infeksi (Kluge dkk., 1972). Spesimen yang dibuat untuk menjadi preparat histopatologi, berasal dari potongan keropeng kulit (Sewell dan Brocklesby, 1990). Selain itu, untuk memastikan hasil diagnosa dapat juga dilakukan uji serologik seperti complement fixation test, ( CFT ), agar gel presipitation (Adjid, 1995), enzyme linked immunosorbent assay/ELISA (Housawi dkk., 1992; Azwai dkk., 1995), dan Western blot analysis (Chand dkk., 1994).
Differensial Diagnosa
Differensial diagnosa atau diagnosa banding didasarkan atas kesamaan ciri penyakit lain yang ditemukan. Namun, agen penyebab penyakit adalah berbeda. Diagnosa banding terhadap penyakit Orf pada kambing dan domba meliputi dermatitis karena jamur dan eczema facialis (Akoso, 1991). Sedangkan menurut Adjid (1995) dan Mayet dkk. (1997), diagnosa perbandingan terhadap penyakit Orf adalah skabiosis, cacar/sheep pox, tumor pada kulit serta bluetongue.
Pengobatan dan Pencegahan
Karena penyebabnya adalah virus, maka tidak ada obat yang efektif terhadap penyakit Orf. Pengobatan yang dilakukan secara simptomatis hanya untuk mencegah infeksi sekunder oleh bakteri dan myasis oleh larva serta mempercepat kesembuhan, misalnya dengan penggunaan antibiotika berspektrum luas seperti oksitetrasiklin dan pemberian multivitamin (Adjid, 1993). Cara lain yang lebih sederhana adalah pengerokan keropeng sampai terkelupas dan sedikit berdarah selanjutnya setelah itu dioleskan methylen blue pada lesinya. Selain itu, dapat juga dengan menggunakan yodium tincture 3% setelah sebelumnya lesi Orf digosok dengan tampon sampai terkelupas lalu di desinfeksi dengan menggunakan alcohol 70% serta dilanjutkan dengan langkah yang terakhir adalah dilakukan penyuntikan antibiotik untuk mencegah super infeksi. Obat anti lalat juga dianjurkan penggunaannya untuk mencegah myasis oleh larva lalat (Abu Elzein dan Housawi, 1997).
Pencegahan yang paling tepat untuk kejadian penyakit Orf di daerah endemik dan daerah sporadik terhadap hewan-hewan yang rentan adalah vaksinasi serta menjaga sanitasi kandang dan lingkungan. Vaksinasi sebaiknya dilakukan pada umur sekitar 6-8 bulan. Yang perlu diingat, bahwa vaksin yang digunakan sekarang ini merupakan vaksin hidup (live vaksin) yang belum di atenuasi/dilemahkan sehingga mempunyai resiko penularan lebih lanjut dari penyakit ini, baik kepada hewan lain maupun kepada manusia (Carter dan Wise, 2006; Anonymous, 2007). Secara tradisional, vaksin dapat dibuat dari keropeng kulit yang dibuat menjadi tepung yang halus, lalu dicampurkan/disuspensikan menjadi 1% dalam gliserin 50%. Vaksinasi pada hewan muda dilakukan berupa pencacaran pada kulit (Anonymous, 2010).
Aplikasi vaksinasi yaitu dengan mengoleskan vaksin pada kulit paha bagian dalam, daerah leher ataupun telinga (Anonymous, 2009a). Tujuan vaksinasi itu sendiri adalah diharapkan berhasil menimbulkan imunitas pada anak kambing ataupun domba yang divaksin (Nettleton dkk., 1996). Selain dengan vaksinasi, pengawasan lalu lintas ternak juga harus diperketat, hanya hewan yang tidak memperlihatkan gejala klinis penyakit Orf yang boleh dikirim ke wilayah bebas penyakit (Dirjen Peternakan, 2007) dan juga pemeliharaan ternak harus dilakukan secara intensif (Anonymous, 2008a).
KESIMPULAN
1. Orf adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus parapox yang sangat menular, menyerang kambing, domba, llama, serta kijang dan dapat bersifat zoonosis.
2. Gejala klinis penyakit Orf yakni dermatitis yang ditandai terbentuknya papula, vesicula, pustula dan keropeng pada daerah moncong, bibir, lubang hidung, kelopak mata, ambing, tungkai, perianal, dan selaput lendir di rongga mulut.
3. Diagnosa laboratorium untuk penyakit Orf dapat dilakukan dengan pemeriksaan secara histopatologi dan uji serologi.
4. Kasus penyakit Orf di Indonesia sebagian besar menyerang ternak kambing
5. Angka mortalitas yang diakibatkan penyakit ini adalah rendah tetapi morbiditasnya sangat tinggi. Mortalitas penyakit ini dapat menjadi tinggi apabila terjadi komplikasi dengan infeksi sekunder.
6. Penanggulangan penyakit Orf terutama melalui program vaksinasi dan pemeliharaan ternak secara intensif.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous 2007, Scabby Mouth (Orf) - A Disease of Sheep and Goats/Department of Primary Industries. www. customer.service@dpi.vic.gov.au. /07/03/2010.
Anonymous 2008a. Info: prospek domba garut. Http://ipat-hikmat.blogspot.com/2008/02/info-prosfek-usaha-domba-garut-part-6.html. /03/03/2010.
Anonymous 2008b. Emedicine specialties/dermatology/viral infection/Orf. http://medscape.com. /01/03/2010.
Anonymous 2009a. Orf pada kambing. Http://erwin.klinik.blogspot.com. /01/03/2010.
Anonymous 2009b. Penyakit viral hewan kecil. http://drhyudi.blogspot.com/2009/02/penyakit-viral-hewan-kecil.html. 27/03/2010
Anonymous, 2010. Artikel Orf penyakit menular. http:// Dinas Peternakan & Keswan Provinsi Bengkulu.blogspot.com, di unduh pada 01/03/2010.
Abu Elzein, E.M. and F.M. Housawi. 1997. Severe long-lasting contagious ecthyma infection in goat’s kid. Zentralbl veterinarmed [B] 44(9) : 561-564.
Adjid, R.M.A. 1993. Penyakit Orf pada ternak kambing dan domba serta cara pengendaliannya di Indonesia. Wartazoa. 3(1) :7-10.
Adjid, R.M.A. 1995. Orf pada domba dan kambing. Dalam : Petunjuk Teknis Penyakit Hewan. Darmianto, S. Bahri, Beriajaya, S.Partoutomo, dan Y. Sani (Editor). Balai penelitian Veteriner. Bogor. Pp. 122-125.
Akoso, B.T. 1991. Manual untuk Paramedis Kesehatan Hewan. Cet. Ke-2. PT Tirta Wacana, Yogyakarta
Akoso B.T. 1999. Manual Standar Metode Diagnosa Laboratorium Kesehatan Hewan. Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Departemen Pertanian, Jakarta.
Azwai, S.M., S.D. Carter, and Z. Woldehiwed. 1995. Immune responden of the camel (Camelus dromedaries) to contagious ecthyma (orf) virus infection. Vet. Microbiol. 47(1-2) :119-131.
Bahri, S., R.M.A. Adjid, A.H. Wardhana dan Beriajaya.(2007). Manajemen Kesehatan Dalam Usaha Ternak Kambing. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.
Buttner, M., C.P. Czerny, and M. Schum. 1995. Behavior of Orf virus in permissive and nonpermissive system. Tierarztl Prax. 23(2) :179-184.
Carter, G.R.; Wise, D.J. 2006. "Poxviridae". A Concise Review of Veterinary Virology. http://www.ivis.org/advances/Carter/Part2Chap10/chapter.asp?LA=1. Retrieved 2006-06-13. Diunduh 03/03/2010.
Chand, P., R.P. Kitching, and D.N. Black. 1994. Western blot analysis of virus Specific antibody Responses for capripox and contagious pustular dermatitis viral infections in sheep. Epidemical. Infect. 113(2) :377-385.
Dirjen Peternakan. 2007. Petunjuk teknis kesehatan hewan dan biosekuriti pada unit pelaksana teknis perbibitan versi pdf.
Fauquet, C. dan M.A. Mayo. 1991. Virus Families and groups. In Classification and Nomenclatour of Viruses. Fifth Report of the International Comittes on Taxonomy of Viruses, pp. 63-79. ( Eds. R.B. Francki, C.M. Fauquet, D.L. Knudson and F. Brows ) Archievees of virology supplement. 2. Springer-Verlag, Wien, New York.
Fenner, F., E.P.J. Gibbs, F.A. Murphy, R. Rott, M.J. Student and D.O. White. 1993. Veterinary Virology. 2nd Edition. Academic Press, Ins., New York.
Gameel, A.A., E.M. Abu Elzein, F.M. Housawi, A. Agib, AO. Ibrahim. 1995. Clinico-pathological observations on naturally occurring contagious ecthyma in lambs in Saudi Arabia. Rev. Elev. Med. Vet. Pays.Trop. 48(3) : 233-235.
Gitao, C.G. 1994. Outbreaks of contagious ecthyma in camels (camelus dromedaries) in Turkana district of Kenya. Rev. Sci. Tech. 13(3) :939-945.
Hagan, W.A and D.W. Bruner, 1961. The Infectious Diseases Of Domestic Animal. 4th Edition. Bailliere Tindall and ox. London. Pp. 746-745.
Housawi, F.M., E.M. Abu Elzein, A.I. Al-Afaleg, and M.M. Amin. 1992. Serosurveilance for orf antibodies in sheep and goats in Saudi Arabia employing ELISA technique. J. Comp. Pathol. 106(2) :153-158.
Kluge, J.P, N.E Cheville dan T.M. Perry. 1972. Ultrastructural studies of contagious ecthyma in sheep. Am. J. Vet, Res, 33 :1191-1200.
Marsh, H. 1965. Newsom’s sheep diseases. Third Edition. The William & Wilkins company, Baltimore.
Mattson, DE. 1994. Update on Llama medicine. Viral Diseases. Vet. Clin. North Am. Food Anim. Pract. 10(2) :345-351.
Mayet, A.,B. Sommer, P. Heenan. 1997. Rapidly growing cutaneous tumour of the right temple: orf. Australas.J.dermatol. 38(4) : 217-219.
Mckeever D,J,.M.D Jenkinson, G. Hutchinson dan H.W. Reid. 1988. Studies of the pathogenesis of Orf virus infection in sheep. J.Comp. J. 173(10) :343-344.
Mercer, A.,S Fleming, A. Robinson, P. Nettleton, and H. Reid. 1997. Molecular genetic analysis of parapoxviruses pathogenic for human. Arch Virol. Suppl. 13:25-34.
Merchant, I.A. and R.D. Barner. 1973. An outline of the infectious disease of domestic animal. 3rd Edition. Oxford & IBH Publishing Co., New Delhi, India. Pp. 215-219.
Nettleton, P.F., J. Brebner, I. Pow, J.A. Gilray, G.D. Bell, and H.W. Reid. 1996. Tissue culture-propagated orf virus vaccine protects lambs from orf virus challenge. Vet. Rec. 138 (8) : 184-186.
Peacock A.dr. 2004. Contagious Ecthyma (Orf) in Sheep and Goats.pdf. di unduh dari www.andrewpeacock@gov.nl.ca. 27/02/2010.
Ressang, A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Ed.2. IFAD. Project: Bali Cattle Diasease Investigation Unit, Denpasar. Bali.
Ruhyat Kartasudjana, Ir., MS. 2001. Teknik Kesehatan Ternak versi pdf.di unduh pada 01/03/2010.
Sewell, M.M.H. and Brocklesby, D.W. 1990. Handbook on animal disease in the tropics. 4th Edition, Bailliere tindall, London.
Subronto. 2003. Ilmu penyakit ternak ( mamalia ) 1. Edisi kedua. Gadjah mada university press. Yogyakarta.
Syafruddin, drh., MP. 2007. Modul Diagnosa Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Nanggroe Aceh Darussalam.
.
Winter, Agnes; Charmley, Judith (1999). The Sheep Keeper’s Veterinary Handbook. Crowood Press Ltd ( Marlborough, UK ). ISBN 1-86126-235-3. http://en.wikipedia.org/wiki/Orf_(disease). /01/03/2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar